Dari namanya, UI/UX competition adalah lomba yang fokusnya pada bidang UI/UX. Untuk memahami sebenarnya dalam kompetisi tersebut perlu melakukan dan memiliki skill apa saja, tentu saja sebelumnya kita harus memahami apa itu UI dan UX.
UI (User Interface) merujuk kepada tampilan dan desain secara visual dari suatu aplikasi. Hal-hal yang termasuk UI adalah warna dari suatu komponen, layout dari komponen, style desain (material design, flat design, dsb), dan masih banyak lagi.
UX (User Experience) merujuk kepada pengguna dari aplikasi tersebut. Hal-hal yang termasuk UX adalah flow dari suatu aplikasi, cara penggunaan aplikasi dan kemudahannya, psikologi warna, hierarki desain, microinteractions, dan masih banyak lagi.
Dari penjabaran singkat tersebut, bisa disimpulkan bahwa UI dan UX adalah 2 hal yang saling terkait. Untuk menunjang UX yang baik bagi pengguna, UI harus baik. Sebaliknya, untuk mendesain UI yang baik diperlukan pemahaman yang baik terhadap prinsip-prinsip UX yang baik pula.
Kembali ke pertanyaan awal; kompetisi UI/UX adalah kompetisi yang melombakan kedua bidang tersebut. Dari segi tampilan, penggunaan aplikasi, user research akan diperhatikan. Bisa dikatakan, UI/UX competition ini cukup multidimensi.
Banyak orang yang bertanya; apakah keahlian desain grafis diperlukan untuk perlombaan semacam ini? Tentu saja jawabannya adalah ya, namun bukan berarti tanpa memiliki pengalaman tersebut tidak bisa mengikuti perlombaan ini. Mengapa demikian?
Sebenarnya, dalam dunia desain terdapat teori-teori yang bisa menjadi panduan. Jadi, dengan mempelajari teori-teori tersebut kita dapat memahami mengapa suatu desain lebih baik dibandingkan dengan desain yang lain. Lambat laun, kemampuan desain grafis pun akan meningkat sekaligus.
Namun, tidak hanya kemampuan desain grafis saja yang dibutuhkan. Konsep-konsep psikologi juga diperlukan dalam mengikuti perlombaan ini. Contoh, psikologi warna (suatu warna akan memberikan kesan yang berbeda) dan hierarki visual (objek yang cenderung besar akan dilihat lebih dulu). Fun fact; banyak orang dari jurusan Psikologi dapat mengambil peran di perusahaan sebagai UX designer karena hal ini!
Sebagai catatan, terdapat beberapa pilihan program yang dapat digunakan untuk mendesain mockup suatu aplikasi:
Masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihannya sendiri. Untuk penulis sendiri prefer Figma.
Untuk memulai, terdapat beberapa langkah yang dapat diambil:
Dalam hal ini, riset meliputi hal-hal seperti mencari tahu tentang pengguna dari aplikasi yang digunakan, seperti keperluan mereka, demografis usia, dan lain-lain. Tahap ini juga meliputi mencari persona dari pengguna.
Dari hasil sebelumnya, tentu akan diperoleh data terkait pengguna. Dari sini, buatlah poin-poin masalah yang ada. Dengan melakukan ini, akan memudahkan untuk tahapan-tahapan selanjutnya. Masalah-masalah yang ada contohnya seperti berikut:
Tahap ini adalah tahap di mana solusi untuk permasalahan dicari. Sebagai contoh, untuk masalah di poin sebelumnya:
Perlu diperhatikan, kadang masalah yang ada bisa merupakan keseluruhan fitur. Sehingga, solusinya mungkin tidak sesederhana itu. Permasalahan itu dapat diselesaikan dengan memecah-mecahnya menjadi masalah yang lebih kecil.
Prototyping adalah tahap di mana kita mulai melakukan desain prototipe aplikasi dengan aplikasi yang sudah disebutkan sebelumnya. Tahap ini bisa dibilang melakukan implementasi terhadap solusinya. Di sini, prinsip-prinsip desain bisa dipraktekan.
Testing adalah tahap di mana kita mengambil beberapa sampel user untuk mengujicobakan hasil prototipe kita. Dari tahap ini, kita memanfaatkan feedback dari user untuk menyempurnakan prototipe ini
Tahap-tahap di atas bisa diiterasi sampai dirasa prototipe yang dibuat sudah baik. Dengan itu, kita telah berhasil membuat suatu desain yang user-centered!
Tentu saja, metode belajar terbaik untuk UI/UX ini menurut saya adalah langsung mencari sebuah permasalahan dan terjun langsung untuk menyelesaikan masalah tersebut. Metode ini bisa dikatakan metode belajar yang paling aktif. Namun, seringkali usaha untuk mempelajari secara aktif besar dan sulit dipraktekkan tanpa adanya survei langsung. Jadi, metode belajar yang lebih pasif seringkali dibutuhkan.
Tips untuk pembelajaran UI/UX dan design secara pasif adalah sebagai berikut: